Senin, 23 Januari 2012


GANBARAN NUKLIR  DUNIA

Lebih dari setengah abad Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA) mengordinasikan kerja sama dalam pengembangan dan pemanfaatan energi nuklir untuk kesejahteraan umat manusia dan tujuan damai. Selama itu pula dunia telah merasakan manfaatnya di berbagai bidang, seperti kesehatan, energi, pangan, dan industri. Ke depan peran nuklir ini diyakini akan menjadi semakin penting dalam mengatasi tantangan pemenuhan kebutuhan pokok manusia yang bertambah banyak, sementara kebijakan anggaran ketat yang diterapkan terhadap IAEA akhir-akhir ini telah berakibat berkurangnya sumberdaya yang diperlukan. Lalu bagaimana masa depan nuklir dunia? 

Sebenarnya IAEA sudah mengantisipasi kesempatan dan tantangan nuklir pada dekade mendatang dari hasil kajiannya yang disebut “20/20”, yaitu: pertumbuhan pemanfaatan nuklir untuk pembangkit listrik yang didorong oleh kebutuhan akan sumber energi yang bersih; peningkatan kebutuhan aplikasi nuklir di bidang kesehatan, pangan dan lingkungan; tuntutan pada tingkat keselamatan yang lebih tinggi; pengurangan ancaman terorisme nuklir; dan penguatan sistem seifgard yang efektif, kredibel dan independen. Namun begitu, Dirjen IAEA Mohamed ElBaradei masih merasa perlu meminta rekomendasi dari sebuah komisi yang khusus dibentuk untuk tujuan ini, Commision of Eminent Persons. Komisi ini terdiri atas para tokoh dan ilmuwan dari 18 negara dan dipimpin oleh mantan presiden Mexico Ernesto Zedillo. Rekomendasi dari Komisi ini dimuat dalam sebuah laporan berjudul, Reinforcing the Global Nuclear Order for Peace and Prosperity: The Role of the IAEA to 2020 and Beyond.

Dalam laporannya, Komisi meyakini peran IAEA harus diperkuat dengan memberikan lebih banyak otoritas, sumberdaya, personel dan teknologi. Dengan kecenderungan semakin sulit dan mahalnya bahan bakar fosil di tengah ancaman pemanasan global, sementara nuklir diketahui sebagai opsi yang ramah lingkungan, maka renaisans nuklir diperkirakan akan segera menjadi kenyataan. Karena itu kerjasama internasional perlu ditingkatkan untuk memastikan bahwa perluasan penggunaan energi nuklir akan berlangsung selamat dan aman tanpa berakibat proliferasi senjata nuklir.

Selanjutnya Komisi merekomendasikan agar IAEA segera merespon ancaman krisis keamanan pangan global, serta mengatasi masalah kesehatan dan ketersediaan air minum dengan memanfaatkan teknik nuklir. Secara spesifik disebutkan perlunya mengendalikan hama lintas-batas yang berbahaya bagi tanaman buah dan sayuran, mengembangkan secara berkelanjutan varietas tanaman yang toleran terhadap kondisi sulit, membantu mengatasi epidemi kanker khususnya di negara berkembang, serta memperbaiki manajemen sumber daya air.

Rekomendasi ini menuntut otoritas dan sumberdaya lebih besar dari IAEA. Selama ini IAEA telah secara efisien dan efektif menjalankan peran yang dinyatakan oleh tiga pilarnya: keselamatan dan keamanan; ilmu pengetahuan dan teknologi; serta seifgard dan verifikasi. Dunia telah merasakan peningkatan dalam keselamatan dan keamanan fasilitas nuklir dunia, keberhasilan pemanfaatan iptek nuklir untuk berbagai bidang aplikasi, serta kepastian bahwa pemanfaatan nuklir adalah bertujuan damai. Hal ini perlu diperkuat sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk dan pertumbuhan ekonomi yang menyertainya, serta dinamika geopolitik global. Selain untuk penelitian dan pengembangan, peran dan expertise IAEA ke depan juga akan meliputi pemanfaatan energi nuklir secara aman dan selamat, penegakan non-proliferasi dan perlucutan serta penghapusan senjata nuklir.

Dimana posisi Indonesia menyongsong tantangan baru era kebangkitan nuklir dunia ini? Di tengah pergaulan internasional, Indonesia selama ini sudah dikenal sebagai negara yang aktif, baik dalam pendanaan, pengiriman pakar (cost free experts), maupun dalam kerjasama teknis dan kegiatan seifgard. Tantangan dan kesempatan bagi kita ke depan adalah bagaimana meningkatkan partisipasi kita yang sudah cukup baik ini, sehingga eksistensi kita sebagai negara berpenduduk besar semakin diakui. Para peneliti kita perlu melibatkan diri secara lebih luas dalam seluruh kegiatan kerjasama yang ditawarkan oleh IAEA, baik dalam bidang non-energi maupun energi. Dalam bidang energi, khususnya persiapan pembangunan PLTN, Indonesia telah dijadikan oleh IAEA sebagai contoh negara yang sudah siap menyongsong pemanfaatan PLTN yang dapat dijadikan acuan oleh negara lain. Hal ini dapat dimanfaatkan untuk menarik dukungan lebih luas dalam memperkenalkan listrik nuklir di Indonesia.

Di tataran nasional, peran nuklir Indonesia 10 tahun ke depan tentu akan banyak ditentukan oleh hasil pemilu legislatif dan presiden 2009 dan 2014. Namun diperkirakan peranan nuklir dalam aplikasi non-energi, seperti untuk memenuhi kebutuhan pangan, kesehatan dan industri, akan meningkat. Khusus untuk energi listrik, peran nuklir tampaknya masih akan menjadi pembicaraan domestik yang hangat. Padahal, siapapun pemenang pemilu, rakyat sudah mengamanatkan dalam UU No. 17/2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional, bahwa listrik nuklir sudah harus mulai dimanfaatkan pada periode 2015-2019.

Tantangan terberat bagi pemerintah sebagai pelaksana UU adalah bagaimana meningkatkan akseptabilitas listrik nuklir melalui peningkatan kepercayaan (trust) masyarakat. Sosialisasi melalui informasi dan edukasi publik perlu diperkuat, agar persepsi keliru mengenai risiko bahaya nuklir berubah. Sebenarnya anak bangsa ini telah membuktikan kemampuannya mengoperasikan dan merawat dengan aman dan selamat seluruh fasilitas nuklir kita selama puluhan tahun, tapi masyarakat tidak serta-merta percaya bahwa bangsa ini siap melangkah ke PLTN. Ada kegamangan bahwa kurang baiknya safety culture di sektor non-nuklir dapat berimbas pada pengelolaan PLTN. Padahal kita tahu bahwa nuklir menerapkan sistem dan standar yang jauh berbeda. Melalui manajemen dan pelatihan yang baik dengan sistem pengawasan nasional dan internasional yang efektif, nuklir telah membuktikan tingkat keselamatan dan keamanan yang tinggi. Hal ini telah pula ditunjukkan oleh negara seperti India dan Pakistan, yang memiliki pendapatan perkapita dan Indeks Pembangunan Manusia lebih rendah daripada Indonesia.

Kalau dilihat lebih jauh, tidak ada negara berpenduduk lebih dari 100 juta jiwa dan tingkat pendapatan perkapita di atas Indonesia yang tidak memanfaatkan listrik nuklir, walaupun kaya dengan sumber daya alam yang lain. Ambil contoh negara tropis yang agak mirip dengan Indonesia: Brasil. Negara agraris berpenduduk 190 juta ini kaya akan hasil pertanian dan kehutanan. Tujuh puluh persen energinya berasal dari sumber terbarukan: tenaga air dan bioetanol, di samping memiliki cadangan minyak bumi yang besar. Brasil telah menggunakan PLTN dan bahkan berkeinginan untuk meningkatkan peran nuklir untuk ketahanan energinya. Berkaca dari berbagai negara itu, Indonesia, cepat atau lambat harus segera menggunakan PLTN, demi menjaga keberlangsungan dan ketahanan energi. Dalam hal energi ini, seharusnya kita mamandang jauh ke depan, 50 hingga 100 tahun, bukan satu atau dua dasa warsa saja.

Karena itu, peran Indonesia dalam kerja sama pemanfaatan nuklir dunia di masa depan akan menjadi semakin penting. Hal ini hendaknya didukung dengan policy yang kuat, sehingga kita dapat membangun kapasitas secara lebih baik, dan posisi kita menjadi lebih terpandang di tataran kemitraan internasional. Tatanan nuklir baru menuntut terwujudnya secara lebih efektif dan efisien peran nuklir dalam membantu meningkatkan kemakmuran bangsa yang pada gilirannya akan mendorong tercapainya kesejahteraan dan kedamaian dunia melalui kemitraan dan keterbukaan. Mengenai tatanan nuklir ini Zedillo mengatakan: A stronger nuclear order will emerge as a product of increased collective action and partnership, expanded transparency, increasingly effective standards for safety and security worldwide, new nonproliferation measures, and progressive steps to reduce and ultimately eliminate nuclear weapons.**


Tidak ada komentar:

Posting Komentar